Hantu-hantu bergentayangan di kampus!!!

Miris, ini udah tahun 2023 dan masih ada kebiasaan kolot yang dianut oleh mahasiswa yang pada dasarnya selalu mengagungkan identitas mereka sebagai pembaharu pemikiran yang keliru. Pikiran yang tidak masuk akal masih berkecamuk hampir  disemua Universitas yang ada di Indonesia, you know what i mean. 

So, kita ambil referensi dari sumber media massa  terkait dengan apa yang akan kita bahas saat ini agar mendukung kita tentang ketersesatan ini.  Makna dari Ospek sejatinya merupakan semacam ritual bagi mahasiswa baru memasuki gerbang awal untuk mendapat identitas dari institut itu sendiri dan  ada sejak lama dan berkembang dari masa ke masa. Di Amerika Serikat, Susan Lipkins dalam bukunya Menumpas Kekerasan Pelajar dan Mahasiswa Menghentikan Perpeloncoan di Sekolah (2016). Menjelaskan bahwa kegiatan sejenis ospek terjadi ketika para mahasiswa Oxford University berkunjung ke Harvard sekitar 1700-an. Mereka memperkenalkan fagging–murid muda melayani murid yang lebih tua atau senior.

Dikutip dari laman gramediablog.com  "Sebetulnya kegiatan orientasi studi serta pengenalan kampus ini telah ada sejak lama. Pada tahun 1898 hingga 1927, ospek ini telah diterapkan disalah satu institusi pendidikan yang ada yaitu diantaranya pada STOVIA, yang mana kampus ini kemudian berubah menjadi Universitas Indonesia setelah masa kemerdekaan Indonesia. Pada masa itu, orientasi studi ini dijadikan sebagai suatu ajang perpeloncoan senior kepada juniornya. Lalu, pada tahun 1927 sampai 1945 terdapat perubahan dalam pelaksanaan orientasi studi serta pengenalan kampus itu. Institutie Geneeskundige Hogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Kedokteran) juga melakukan ospek dengan lebih formal serta sifatnya tidak memaksa pada mahasiswa baru, jadi hanya akan dihadiri oleh mahasiswa baru yang mau mengikuti kegiatan itu saja”.

Dari sedikit bahan di atas we can see, dari sisi sejarah sebagai peristiwa atau kisah, mereka mengaplikasikan sistem perpeloncoan ini dengan alasan dan latar belakang yang jelas dikutip dari sindonews.com "Namun dari penelitian Ospek dan Fenomena Kekerasan” (2010), Nurcholis Madjid memaparkan tradisi ini bermula dari Universitas Cambridge, mahasiswa di kampus yang berbasis di Inggris ini "mayoritas berasal dari anak bangsawan yang borjuis. Kondisi itu membuat mereka bertindak semena-mena dengan tak mengindahkan segala bentuk peraturan kampus. Pihak kampus kemudian membuat kebijakan, yakni setiap mahasiswa baru yang masuk harus melewati tradisi ospek terlebih dahulu".

Namun secara sinoptik hari ini masih banyak kejadian atau peristiwa yang sering kali kita temui terkait perpeloncohan dan kekerasan dalam masa ospek. Hal tersebut dapat saya simpulkan bahwa arogansi dari penyelengaralah yang menjadi masalah dasar kenapa hal tersebut bisa kita jumpai dengan mudahnya, ospek yang hari ini  saya sebut sebagai bagian dari kekerasan hanyalah implementasi dari budaya militerisme yang merasuk dalam batang tubuh organisasi kampus sebagai penyelengara ospek.

Senioritas adalah hasil dari reaksi antara budaya konservatis dan militerialisme dalam organisasi kampus maka saya menyatakan budaya ini harusnya kita penggal sebelum makin banyak korban, sebagai penutup saya mengutip sedikit keresahan kawan-kawan yang belum berani mengatakan tidak pada senioritas ini “biarkan saja ketakutan datang saat petang tapi jangan sampai saat fajar datang kita tak berani menyerukan kebenaran atas penderitaan dan ketakutan yang kita alami”.

Tapi realitasnya yang terjadi sekarang beberapa oknum mengatas namakan dan menenteng alibi-alibi pemberanannya hanya untuk mempengaruhi dan mengambil kontrol terhadap juniornya, yah apalagi kalo bukan arogansi semata dan mencaplok gelar kakanda terhormat.  Namun, hal-hal kompleks seperti ini tidak akan melahirkan keresahan pada ihwal yang terjadi sekarang jikalau kami yang terlibat mendapa benefit.

I dont know who you are dan kau semerta-merta datang dengan memaksakan keinginanmu, Bermodalkan Pakaian Dinas Harianmu yang gagah lalu dengan keangkuhanmu dengan senyum hina  seakan-akan kaulah  orangnya yang bisa kita jadikan panutan akan indahnya senioritas, padahal isi kepalamu "peserta mana lagi yang akan kami tindas,  dan dijadikan pembantu dalam kegiatannya organisasi”, sungguh terdengar naif.

Saya mencoba lebih reflektif dengan keresahanku ini, because I'm sure saya sebenarnya tidak sendiri tapi saya mencoba menyampaikan melalui tulisan ini terkait keresahan yang mungkin dirasakan hampir semua mahasiswa baru, mau dia kaya-miskin, laki-perempuan, konglomerat-konglomelarat. Yah,  tentu saja sudah banyak yang mengkritik budaya ini bukan hanya saya pribadi, hanya saja ketakutanku akan dianggap heroik bagi para pembaca.

diam dianggap pasif lantang katanya subversivekata bang iksan skuter lewat lirik lagu. Buat kalian yang menganggap hal yang saya lakukan adalah sebuah perlawanan, maka saya katakan hal ini adalah kerja dari spontanitas dalam tubuh saya untuk menyampaikan jeritanku ini tentang budaya mahasiswa yang mestinya hanya ada pada masa meramu dan berburu, sebab budaya perpeloncohan mestinya hanyut bersama  sejarah dan diluapkan oleh dentuman waktu.

Namun naasnya budaya ini mungkin saja tersangkut atau diawetkan oleh alam sehingga hari ini ia masih bertahan dan dianggap relevan.  Harapku, kita bahas dan kembangkan apa yang jadi masalah dasar kenapa saya sangat kecewa kenapa budaya ini masih dipertahankan. Untuk kalian-kalian atau mereka-mereka yang meresahkan keresahan yang hampir serupa maka kita adalah kawan untuk melawan.


05.09.23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebetulan hujan

Si pemabuk

Sejenak Di Bangku Pojok